Gue selalu merasa berat saat harus pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kadang rasanya marah dan bingung, kenapa gue nggak bisa settle aja sih di satu tempat? Kenapa gue harus terus menerus ninggalin tempat yang gue udah nyaman banget, dan mulai hidup dari nol di tempat yang baru?
It's been happening many times. Saat gue lulus kuliah, dapat kerja pertama kali, penempatan pertama, kedua, dan ketiga. Dari yang jauh banget sama Jakarta, sampai yang jaraknya cuma 30 menit naik pesawat.
Tapi gue selalu punya believe bahwa yang namanya keputusan Tuhan itu akan selalu baik, termasuk perkara "berpindah". Kalo di dalam islam, mungkin kita kenal istilah hijrah, di mana orang itu berpindah dari satu titik hidup ke titik yang lain, dalam konteks untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Gue nggak akan bilang bahwa perpindahan area kerja gue ini adalah hijrah, tapi entah kenapa semakin gue berpindah--kualitas hidup gue terasa selalu menjadi lebih baik.
Gue nggak bilang bahwa gue 100% lepas dari dosa, sesimpel konsisten pake hijab kapanpun dan dimanapun. Untuk yang ini, mungkin gue belum bisa. TAPI... ada banyak banget hal yang gue sadar perlahan berubah menjadi lebih baik di dalam diri gue. Dari yang doyan banget minum dan ke club tiap weekend di BSD, lalu jadi sadar akan hidup sehat di Manado, dan berujung 100% stop minum saat pindah ke Makassar. Gue bertemu banyak versi diri gue tentunya, yang semakin lama semakin gue kenal baik. Apa yang sebenarnya gue cari, apa yang gue mau, dan apa yang gue butuh dan gue tau bahwa itu adalah yang terbaik buat diri gue sendiri.
Perpindahan ini, lagi-lagi nggak terlepas dari peran banyak orang di dalamnya. Gue sangat bahagia untuk mengenal berbagai tipe manusia selama tinggal di kota yang berbeda. Slow but sure, baik atau buruk, orang-orang ini membantu gue untuk jadi pribadi yang seperti sekarang. Sampai akhirnya gue ngerti bahwa baik atau nggaknya orang itu tergantung dari perspektif mana gue melihat. Tapi menurut gue, semuanya memberikan impact yang positif ke diri gue saat ini.
Gue selalu berdoa ke Tuhan supaya gue dipertemukan dengan manusia baik yang satu frekuensi dengan apa yang gue cari di hidup gue pada fase tersebut. Kalo dulu gue suka get drunk, then gue beruntung untuk bisa punya teman yang mau gue ajak joget. Kalo dulu gue suka lari, then gue beruntung untuk bisa punya teman yang mau gue ajak lari. Kalo sekarang gue lagi kejar S2 dan Scholarship, then gue juga amat sangat beruntung bisa punya teman yang mau gue ajak belajar.
This is where it all begins...
Di tulisan gue sebelumnya, gue sempat sebut kalau Lampung itu kota yang tata letaknya berantakan abis. Gue nggak bisa nemu di mana titik cantiknya kota ini. Gue selalu meromantisasi Makassar dengan jalan lebarnya, lautnya yang cantik, sunsetnya yang membekas dan nggak bisa gue lupain. Di Lampung ada apa? Jalan rusak? Pencuri? Makanan yang rasanya so-so? At least, itu yang gue temukan di 2 minggu pertama. I wasn't happy at all. Gue nggak merasa bahwa Lampung ini adalah tempat di mana gue bisa melanjutkan hal-hal menyenangkan yang gue temukan di Makassar. Dive club, running track, itu semua hilang.
TAPI, ada satu yang gue nggak pernah temuin di Makassar, dan itu ada di sini. Very close, very smooth, very easy.
It's him.
Mungkin gue akan terdengar sangat meromantisasi ini semua. Mungkin gue berlebihan parah sih. Tapi nggak ada salahnya ceritain soal apa yang gue rasa saat ini. Kalau nanti perasaan gue berubah, ya nggakpapa juga, kan?
Gue nggak ngerti sih, mungkin ini emang default setting-nya aja yang terbiasa jadi cowok baik dan friendly ke banyak orang. He's very likeable. Make sense gue juga bisa suka.
Gue akan mulai cerita dari momen di mana doi banyak nemenin gue buat belajar IELTS dan mempersiapkan S2. Di manapun gue berada, doi sering banget nyusulin gue. Walaupun plan dia cuma untuk kirim 2 email yang bisa selesai dalam 30 menit, doi mau buat antar jemput gue dari kosan ke tempat ngopi dan ngabisin waktu lebih dari tiga jam karena gue harus menyelesaikan IELTS Practice gue!!!! Man, can you imagine that?
Well, mungkin emang dia suka bersosialisasi makanya banyak availabilitynya buat nemenin gue. Tapi.... apa lo nggak capek ya nurutin gue ke sana kemari? Even on the weekends, waktu gue mau datang ke kelas beasiswa, dia menawarkan diri buat antar jemput gue. AGAIN, mungkin karena dia juga interest buat S2 kaya gue ya? so it's easy for him. Tapi buat gue itu spesial banget sih. I haven't found any man like him...in my entire life. Except my ex (yg gue ga cinta2 amat dulu). Fyuh.
We researched for scholarship, sat next to each other. Sambil ketawa karena banyak fakta aneh yang kita temukan selama riset. Either scholarshipnya nggak jelas, atau opsi sukunya sangat diskriminatif (alias kita nggak masuk ke dalam kriteria). It was really enjoyable! Kalo ini benar-benar pengalaman pertama gue sih, bisa ngambis bareng teman cowok yang gue suka dan he literally jumped in and not only watching me cook. Oh my god...
Another thing yang juga membuat gue jadi makin suka sama doi adalah by how he kept ensuring me to EAT PROPERLY, kaya hampir tiap hari gue diabsen makan di luar. I mean i used to live by myself, gue biasa nyetir sendiri kemana pun dan kapan pun. Apa lagi urusan makan. Kenapa dia sepeduli itu?
Gue jadi wondering apakah dia sebenarnya juga sering pergi sama yang lain ya? Apakah gue ini kegeeran aja? Karena terlalu lama diperlakukan nggak baik terus gue jadi gampang tersentuh? Apa gue lagi rapuh aja makanya mudah terobsesi sama small movements?
Gue nggak bisa ngerti sih. The only way to figure this out is by asking what he trully feels. Tapi kayanya terlalu cepat ya? Or maybe i'll just wait a little longer while we keep doing this. Mungkin nanti ini nggak ada lagi, mungkin ini yang terakhir, mungkin nanti gue atau dia ketemu sama orang lain. Sooooo many possibilities, but can it please be we end up together?
I was really happy also dengan kegiatan kita yang selalu ada-ada aja. Dari sneaking ke kafe tepi pantai demi dapat konten, lalu ikut painting mendadak, bawa kucing ke pet cafe, sampe late night drive dan mampir ke KIM just to search for some lettuce. Rasanya gue kaya lagi ada di filmnya John Green. Like im being a teenager falling in love, lol.
I think i went too far. Let's go back and talk about movement.
Pertanyaan gue selalu "apa lagi yang Tuhan siapkan ya buat gue?", dan apakah dia adalah jawabannya? Gue pun ngga tau. Tapi perpindahan gue ke Sumatera kali ini benar-benar jadi penuh warna karena dia hampir selalu ada di setiap hari-hari gue and im totally feel content about it.
Gue cuma berharap, dengan adanya di sini bukan menjadi distraksi melainkan support yang bisa gue jadikan resouce untuk melangkah lebih jauh ke depan. Kalau surrounding gue belum bisa buat gue jadi pribadi yang lebih baik, then it's probably my turn to help them back! Mungkin ini adalah saatnya gue untuk mengambil peran dan membuat mereka bertumbuh. Bisa aja kan?
Well, for the last paragraph, i think i will just say:
God, i always believe you're preparing something nice for me. If he's not the one, please give me another strength to keep moving forward. I don't want him hold me back, or i do the same to him. But if he's the one, please make everything easy for us. Whatever happens, i'll always look forward. It's me putting myself first. I'm seeking for growth on my 24s. You're the best planner, and i trust it all to you.
Comments
Post a Comment